Hampir 99% orang-orang disekitar saya pasti bersikap skeptis soal tujuan jalan-jalan saya ke Camp Leakey ini. Termasuk keluarga. “Ngapain liat Orang Utan jauh-jauh ke hutan Kalimantan? Tuh di Ragunan banyak!” Tipikal orang Indonesia kebanyakan. Makannya gak heran, justru yang dateng ke Camp Leakey ini 80%-nya berasal dari belahan bumi lain (baca:Amerika atau Eropa). Beruntungnya, masih ada 1% orang-orang disekitaran saya yang masih open-minded dan berjiwa adventurous, mau banget diajakin ngerasain sensasinya jalan-jalan ke pedalaman hutan Kalimantan a.k.a Borneo untuk liat Orang Utan. Merekalah Aya, Apank, Qori dan Karyo. *Group-hug*
Hello from Us
Nah, pas Gong Xi – Gong Xi kemarin dan pas juga Jakarta lagi banjir-banjirnya, kita akhirnya berangkat ke Pangkalan Bun dengan Trigana Air. Pesawat yang namanya memang agak asing buat sebagian orang awam karena hanya melayani penerbangan ke kota-kota kecil doang. Awalnya sempet ragu juga sih, nih pesawat bentuknya kayak apa, jangan-jangan yang baling-baling gitu? saya sampe nelpon ke call center-nya berkali-kali buat mastiin Trigana itu pesawat jenis apa. Ternyata, pesawatnya normal kok, Boeing dengan total 200 seat dan penerbangannya juga Alhamdulillah mulus-mulus aja 😀
Seperti yang sudah-sudah, entah mengapa selalu ada drama bandara di hidup saya, kita nyaris ketinggalan pesawat karena salah masuk ruang tunggu, harusnya di Gate 4C, ini malah kita nunggunya di Gate 3C. Gustiiii….begonyaaa! Untungnya di detik-detik terakhir keberangkatan, si Karyo jalan keluar gate buat beli minum, dan disitulah dia ditanya boarding pass-nya sama penjaga gate, si penjaga bilang kalau ternyata kita salah gate dan pesawatnya udah boarding dari tadi. Alhasil si Karyo urung beli minum dan lari pontang-panting nyamperin saya dan yang lainnya yang lagi duduk santai di ruang tunggu 3C. Ditengah kepanikan mau langsung sprint ke gate sebelah, eyalah ada 1 kawan kita yang nyangkut, si Qori lagi ber-you-know-what di toilet. Hadeh! Akhirnya Aya dan Apank nungguin Qori, saya dan Karyo lari duluan buat bilang ke abang pilot-nya biar mau nungguin. Memang kalau Tuhan sudah mengizinkan yah, kita semua pun selamat masuk pesawat Trigana dan siap berpetualang ke hutan Borneo! Auoooo!
Day 1, 31 January 2014
Bandara Pangkalan Bun – Kumai – Tanjung Harapan
Durasi penerbangan Jakarta-Pangkalan Bun cuma 1 jam 15 menit. Anyway kita dapet snack lho di pesawat Trigana ini *hare-gene!!* *gak-nyangka!*. Begitu sampe di Bandara Pangkalan Bun, baru sadar nih pesawat banyak banget bule-nya. Berani jamin pasti hampir semuanya mau menuju ke Camp Leakey atau Taman Nasional Tanjung Puting nan eksotik itu. Kita dijemput dengan Pak Emeng sendiri, pemilik kapal yang saya dapet kontaknya lewat forum Lonely Planet.
Trigana Air
Cuma sekitar 20 menit waktu yang dibutuhkan untuk sampai di Pelabuhan Kumai. Setelah diperkenalkan dengan Mas Kris, guide yang akan menemani kita selama petualangan 3 hari 2 malam ke depan, kita pun langsung menunggangi si Moonlight2 a.k.a Cahaya Purnama2 (nama kapal klotoknya) dan tanpa tunggu lama lagi, segera cuss berangkat menuju Taman Nasional Tanjung Puting. Agak seronok ya memang namanya. Penasaran ga sih kenapa dinamain itu? Karena, kata Mas Kris, kalau dilihat dari peta, tanjung ini mirip puting. Hmm….oke. *kemudian-buka-peta*
Peta Taman Nasional Tanjung Puting
Kapal Klotok biasanya terdiri dari 2 tingkat, bagian bawah ditempati oleh kapten kapal, kru kapal, juru masak, dan guide. Disinilah tempat mereka masak, nyetir kapal, sekaligus tidur. Sementara di bagian atas di tempati oleh para tamu. Jumlah tamu maksimum di kapal ini 8 orang, diluar para awak kapal yang disebutkan tadi. Kalau siang, bagian atas cuma ditaruh meja makan dan kursi-kursi. Kalau malam baru digelar kasur dan diberi kelambu untuk mengantisipasi nyamuk. Toilet kapal Cahaya Purnama 2 ini ada di bagian paling belakang kapal dengan ukuran seadanya. Dipisah jadi 2 bilik, yang satu untuk toilet, yang satu untuk mandi. Sumber airnya? ngambil manual pake ember dari sungai. Hehehehe…
Klotok Cahaya Purnama 2
Prolog dulu ya, di Taman Nasional Tanjung Puting ini ada 3 tempat yang akan kita singgahi, Tanjung Harapan, Pondok Tanggui, dan Camp Leakey. 3-3nya ada tempat feeding Orang Utan, di Tanjung Harapan feeding time-nya jam 3 sore, di Pondok Tangui jam 10 pagi, sementara di Camp Leakey jam 2 siang. Jarak dari satu tempat ke tempat lainnya cukup jauh, makannya masing-masing wilayah ini Raja Orang Utan-nya beda-beda. Kalo di Tanjung Harapan nama Rajanya Yani, di Pondok Tanggui Raja Doyok, dan di Camp Leakey Rajanya Tom. Secara ini hutan liar (Catet, bukan kebun binatang), jadi jangan heran kalau ada istilah raja-rajaan juga di dunia Orang Utan sama halnya dengan Singa, Hyenna, dll. Kalau yang sering nonton NatGeo pasti familiar dengan model raja-rajaan ini di dunia perbinatangan. Intinya sih yang paling dominan yang menang, untuk merebut gelar raja, harus adu otot dulu sama raja yang sedang memegang tahta. Yang menang dialah yang jadi raja, yang kalah sebaiknya segera menyingkir dari wilayah si pemenang.
Baru juga beranjak dari Pelabuhan Kumai, kita sudah disuguhi makan siang yang super enyak, nasi, ikan bakar asam manis, tempe goreng dan capcay yang dibuat oleh sang juru masak. Rasanya gak asal-asalan kok. Malah itungannya termasuk enak. Nah, sekitar 20 menit berlayar di laut, klotok-pun berbelok ke Sungai Sekonyer, di pintu sungai ini ada semacam patung Orang Utan yang menandai kalau kita sudah memasuki wilayah Taman Nasional Tanjung Puting. Di sisi kiri kanan sungai dipenuhi Nipah Mangrove yang katanya kalau malam penuh dengan kunang-kunang.
Our First Lunch
Gate TNTP
Sepanjang perjalanan, Mas Kris menjelaskan segala macam tentang TNTP, dari mulai sejarahnya, jenis-jenis pohon dan hewan yang ada disini, tingkah-tingkah dan silsilah Orang Utan dan kisah menarik turis-turis yang pernah kesini. Sambil mata tetap awas kalau-kalau ada buaya yang lagi berjemur di sela-sela pepohonan nipah. Yup, disini juga banyak buaya. Ada 2 jenis, yang moncongnya panjang dan yang lebih berbahaya yang moncongnya pendek. Konon, buaya-buaya ini udah pernah makan 2 korban, yang satu polisi hutan dan satunya lagi turis dari Inggris yang ngeyel berenang di Black River di Camp Leakey. Instead of parno, ga tau kenapa yang ada kita malah kepingin banget ketemu atau liat buaya-buaya ini. Hihihi, seru pasti!
Sebelum sampai di Tanjung Harapan untuk menghadiri feeding time pukul 2 nanti, waktu menyusuri sungai kita sempat melihat keluarga-keluarga Bekantan yang lagi asyik bertengger di pepohonan di pinggir sungai, sempat juga beberapa kali dengan Burung King Fisher berwarna biru terang yang cantik. Namanya juga orang kota, begitu masuk hutan dan liat aneka satwa-satwa liar pasti pada heboh mau foto. Yang kocak, hebohnya itu loh udah kayak ketemu artis idola. Nyadarnya baru sekarang setelah liat beberapa video kehebohan kita setiap liat hewan-hewan di pinggir sungai. Ahahaha.
Proboscis Monkey / Bekantan
Kira-kira 2 jam dari gate TNTP, kita sampai juga di Desa Tanjung Harapan dan bergegas trekking masuk hutan selama 20 menit, jangan lupa yaa yang mau kesini, sebelum trekking pakai Autan dulu, soalnya si Apank sempet diserbu nyamuk di dalam hutan ini, lantaran dia sendiri yang sok-sok-an ga pake Autan. Sesampainya di feeding station, ternyata udah ramai dengan turis-turis lain yang sudah pada duduk manis menunggu kedatangan para Orang Utan.
Tanjung Harapan – Feeding Station
Di TNTP ini ada petugas-petugas penjaga Orang Utan yang diberi istilah Ranger. Tugasnya Para ranger ialah menjaga lingkungan TNTP sekaligus menjadi pawang Orang Utan. Mereka ini lah yang menjaga, mengawasi dan memberi makan Orang Utan. Mereka digaji oleh OFI (Orang Utan Foundation International), organisasi yang juga didirikan oleh Dr Birute Galdikas, the founder of Camp Leakey. Sewaktu di feeding station, para ranger ini melakukan teriakan khusus ala ala Tarzan untuk memanggil para Orang Utan, tetapi waktu itu sepertinya memang lagi musim buah, jadi cuma ada 1 Orang Utan yang datang, namanya Enor, betina berumur 21 tahun. Oh ya, para ranger dapat dipastikan hafal semua nama-nama Orang Utan dan umur mereka lho. Mas Kris, guide kita, dulunya pernah jadi ranger, jadi dia juga bisa dengan mudah mengidentifikasi Orang Utan yang kita temui.
Setelah sekitar 1 jam memandangi Enor makan dengan lahapnya, kita memutuskan untuk kembali ke kapal dan melanjutkan perjalanan untuk mencari spot parkir kapal untuk bermalam. Pas sampe kapal baru deh tuh kerasa badan lengket-lengket karena trekking di hutan tadi panas banget, mau ga mau suka kita pun akhirnya mandi dengan air sungai Sekonyer yang cokelat itu. Keramas pula! Hahaha bodo deh, biar sah bumbu-bumbu petualangannya. Toh sehabis mandi ternyata seger-seger aja tuh, ga gatel-gatel atau kenapa-kenapa juga. Eh tapi untuk cuci muka dan gosok gigi saya tetep milih pake air Aqua lho ya.
Enor
Malam ini kapal kita bersandar di dekat pepohonan yang penuh Bekantan. Begitu malam tiba, si Bekantan ini mengeluarkan bunyi-bunyi aneh yang terdengar begini : “PUOK-PUOK!” sepertinya dikarenakan keberisikan dari kapal kita. Hihihi. Anyway, malam ini kita makan ala-ala candle light dinner gitu, hidangannya juga gak kalah enak dengan tadi siang, nasi + ayam saus tiram + kangkung + tahu. Nyamm! Selesai makan kita berkumpul di beranda depan kapal yang tak beratap, jadi sambil ngobrol-ngobrol, sambil menengadah ke langit yang penuh dengan taburan bintang. Lampu di kapal sengaja kita matikan, suasana hutan dan sungai di sekitar gelap gulita. Penerangannya ya cuma bintang-bintang diatas sana. Ditambah perpaduan backsound suara-suara bekantan dan jangkrik. Kebayang kan romantisnyaaa *wink*
First Night
Begitu mau tidur, kasur-kasur digelar dan kelambu – kelambunya mulai di pasang manual. Format kasur dibagi jadi 3 kelambu, 1 kelambu-2 kasur untuk Qori dan Karyo, 1 kelambu-2 kasur untuk saya dan Aya, dan 1 kelambu-1 kasur untuk Apank. Lucunya, karena saya dan Aya ga mau ditempatin paling ujung dekat beranda, jadilah Qori dan Karyo kebagian kelambu paling ujung yang warnanya pink renda-renda. Hahaha, unyu’ bangetlah pokoknya udah kayak pasangan yang lagi bulan madu.
Honeymooner
Day 2, 1 February 2014
Pondok Tanggui – Camp Leakey
Saya bangun lebih dulu dari yang lain, sekitar jam 7.30 pagi dan langsung nangkring di beranda depan kapal untuk menikmati pagi yang bukan main sejuknya sambil nyalain iPod nyetel lagu-lagu lawasnya Opa Bob Marley, sambil mata di-massage sama sungai yang tenang dengan frame pepohonan hijau plus keluarga Bekantan yang juga udah pada bersolek di beberapa pepohonan di pinggiran sungai. Ohhh ditambah lagi sambil menyeruput teh panas yang udah tersuguh rapih di meja. Olala….~
My Morning Scene
“..saying…One love~ One heart~ let’s get together and feel all right
give thanks and praise to the Lord and I will feel all rightttt”
– One Love by Bob Marley
Sekitar jam 8.30, sembari sarapan nasi goreng, kapal melanjutkan perjalanannya menuju Pondok Tanggui untuk mengejar feeding time jam 10 pagi. Pagi ini gak ada satu-pun dari kita yang mandi, Hihihi. Gak papa lah ya kan gak keringetan ini *Alesan*. Anyway tempat ini dinamain Pondok Tanggui karena katanya disini sering terlihat jin atau makhluk halus yang memakai tanggui (topi petani). Hrrr..agak horror ya bo!
Di pos utama waktu memasuki Pondok Tanggui, kita ketemu dan dikenalin sama Pak Laju beserta asistennya, Mas Udin. Pak Laju ini adalah keponakan dari suami Ibu Birute Galdikas yang ber-suku Dayak. Matanya buta sejak lahir but he has a good sense though, beliau juga adalah pegawai OFI yang paling senior di TNTP, sampai saat ini sudah mencapai 20 tahun, keren ya? Kita sempat jalan bareng menuju feeding station dan sempat juga berfoto bersama. Mereka inilah yang biasanya membawa pisang dan susu untuk para Orang Utan di feeding station Pondok Tanggui. Menurut mereka, sehari bisa sampai 20 kg pisang dan 1 dirigen susu habis untuk feeding. Wew!
Pondok Tanggui
Sewaktu trekking menuju Pondok Tanggui, Mas Kris juga ngajakin kita berhenti di beberapa spot menarik buat nunjukkin beberapa jenis pohon atau tumbuhan dan menjelaskan fungsinya. Seperti tumbuhan karnivora Kantong Semar yang pernah kita pelajari waktu SD dulu, lalu ada Pohon Suren yang kulitnya biasa dipakai sebagai bahan dasar Obat nyamuk, akar Liana yang bisa membantu memancarkan air segar kalau-kalau kita tersesat di hutan, ada juga Bruta atau bahasa inggrisnya, Fern yang dipakai sebagai bahan dasar pembuatan aksesoris gelang-gelang souvenir. Mas Kris malah sempat bikin 1 hiasan rambut yang dia rangkai dari Bruta sembari kita berjalan ke feeding station. Bagus deh. Jadi ternyata kalo waktu luang, Mas Kris ini juga suka buat souvenir-souvenir gini untuk dijualin. Multi-talented banget yaaa guide kita ini :’)
The Beauty of The Woods
Hiasan Rambut dari Bruta
Lagi-lagi hanya sedikit Orang Utan yang datang di feeding station Pondok Tanggui ini, Ya apa mau dikata. Ini kan taman nasional, bukan kebun binatang. Jadi gak semua binatang stay di satu tempat dan bisa kita temui kapan saja. Menurut Mas Kris, Orang Utan yang datang kali ini adalah Orang Utan liar, para ranger sering memanggil dengan nama Ijuh, seekor jantan yang berumur 20 tahun.
Ijuh, Male, 20 yo
Saya dan Aya sempat mewawancara Mas Udin di sini, dia bilang, kalau mau nanti jam 2 siang bisa datang ke rumahnya di pos utama tadi, karena biasanya ada beberapa Orang Utan yang tidak sempat datang ke station, bisa tiba-tiba datang ke rumahnya untuk minta makanan. Bahkan ada Orang Utan yang dengan pintarnya mengambil baskom susu lalu menyodorkan ke Mas Udin pertanda minta dituangi susu. Kyaaa…lucunyaaaa!!! Mas Udin juga sempat cerita beberapa tingkah-tingkah Orang Utan yang menggemaskan di Pondok Tanggui ini. Sebenarnya, si Doyok – raja Orang Utan di Pondok Tanggui, biasanya juga suka datang ke feeding station, tapi bisa lama sekali, karena berat badannya hampir mencapai 200 kg, jadi dia harus jalan di tanah, ga mungkin untuk lompat dari pohon ke pohon lagi. Memang sedang gak beruntung kali ya waktu itu, ditungguin setengah jam si Doyok gak kunjung tiba akhirnya kita memilih untuk kembali ke kapal untuk menuju Camp Leakey. Mas Udin meyakinkan kita kalau di Camp Leakey Orang Utan-nya jauh lebih banyak dibanding di Pondok Tanggui, jadi chance untuk bertemunya semakin besar. Semoga yaaaa
Di perjalanan menuju Camp Leakey, sebelum berbelok ke Black River, kita akhirnya ketemu buaya moncong panjang dua kali. Ihiiyy akhirnya!! yang satu ukurannya sedang dan satunya lagi lumayan besar, 2-2nya jenis moncong panjang. Sayang…2-2nya gak sempet ke-foto. Kita juga ketemu sama Purple Heron atau Bangau Ungu, jenis burung berleher panjang yang cukup langka. Oh ya, sungai di dekat Camp Leakey ini namanya Black River, berbeda dengan sungai Sekonyer yang airnya berwarna cokelat karena sudah tercemar, air di Black River ini sebenarnya jauh lebih bening, tapi dinamakan Black River karena dasar sungainya berwarna hitam sehingga airnya jadi seperti terlihat berwarna hitam.
Purple Heron
Perbatasan Sekonyer dan Black River
Sekitar jam 12.30 klotok kita bersandar di pintu masuk Camp Leakey, ternyata udah banyak kapal klotok yang parkir disitu. Jalanan masuknya berupa jembatan kayu yang ternyata cukup panjang sampai ke pos masuk, ada kali ya sekitar 500m-an. Jalanan kayu ini dibuat karena bawahnya rawa-rawa yang kalau hujan airnya suka pasang sampai setengah meter gitu. Sampai di pos, Mas Kris mengurus semua perizinan lalu setelah itu kita diarahkan masuk ke Information-Center yang ternyata isinya adalah sejarah Camp Leakey dan serba-serbi mengenai Orang Utan. Ada banyak sekali foto-foto Orang Utan disini, bahkan ada juga silsilah keturunan Orang Utan semi liar penghuni Camp Leakey ini, jadi kita bisa tau jelas kalau 1 garis keturunan Orang Utan itu diberi nama dengan awalan huruf yang sama. Misal, Unyuk punya anak Uning, Uning punya anak namanya Ukraine. Impressive deh pokoknya. Sederhana tapi menarik banget!
Camp Leakey ini emang agak beda dibanding Tanjung Harapan dan Pondok Tanggui, disini kita bisa jalan-jalan di jalur-jalur trek yang berbeda jaraknya dan ketika jalan di jalur-jalur trek ini, sangat memungkinkan banget kita ketemu Orang Utan yang entah itu lagi jalan atau lagi gelantungan di pohon. Orang Utan pertama yang kita temui di jalan adalah Arya dan anaknya, yang belum diberi nama. Awalnya si Arya ini keliatan takut dan insecure kalau kita mendekat, tapi lama kelamaan sepertinya mulai terbiasa. Aduh kalo kebayang muka anaknya Arya, rasanya super gemasssss, rambutnya masih jarang-jarang, sorot matanya sayu-sayu innocent gimanaaa gitu. Kita juga sempat liat Atlas yang lagi berjalan di tanah dengan santainya melewati sekelompok turis yang sedang trekking. Awwww!!
Arya and Her Kid
Begitu kita sampai di Feeding Station, udah ada Siswa (Ibu) dan Steve (anak) sedang menyantap susu dan pisang di feeding stage. Duh, ngeliatin tingkah ibu dan anak Orang Utan ini lucu banget! Anaknya selalu ga bisa lepas dan ga bisa jauh-jauh dari ibunya. Nempel terus! Kayaknya takut banget kalo ada jarak dengan ibunya. Ternyata memang begitulah relationship antara Ibu dan anak Orang Utan. Si anak akan menempel terus dengan ibunya sampe umur 8 tahun. Baru setelah itu si anak akan dilepas mandiri. Itulah kenapa biasanya Orang Utan melahirkan atau punya anak dengan jangka waktu 8 tahun sekali.
Disini saya baru ngeh, kalo ternyata Orang Utan betina pun ada yang lebih dominan dari betina lainnya. Jadi begitu Siswa dan Steve kenyang dan masuk ke hutan lagi, baru deh turun Orang Utan lainnya dari pohon yang gak jauh dari stage, namanya Monty (Ibu) dan Magic (anak). Jadi sebenernya banyak Orang Utan yang udah pada ready-steady-go di atas pohon-pohon dekat stage, tapi mereka ga turun sekaligus karena membudayakan antri! Yang lebih dominan-lah yang duluan turun. Contohnya kayak Siswa tadi, berarti Siswa lebih dominan dibanding Monty, padahal badannya Monty jauh lebih besar dari Siswa. Lucu yaaa!
Seperti halnya manusia, Orang Utan juga punya karakteristik masing-masing, baik fisik ataupun sifat. Nah yang mengamati gini-ginian biasanya ya para ranger. Jadi ga heran mereka bisa bedain Orang Utan satu dengan yang lain. Misal, si A rambutnya belah tengah, si B ada jambulnya, si C ada tahi lalatnya, si D ada rambut di pipi-nya. Trus sifatnya beda-beda juga, contoh nyatanya yang saya liat, pas Uning (Ibu) dan Ukraine (anak) lagi di feeding stage, si Ukraine kan narik-narik tangan ibu-nya waktu mau minum susu di baskom satunya lagi (Ada dua baskom disitu), ehh si Uning malah nepis tangannya Ukraine kayak risih gitu. Hahaha lucuk! Jadi gak semua Ibu memanjakan anaknya, ada Ibu yang suka ninggalin anaknya di pohon ada juga yang protektif banget sama anaknya. Makannya para Ibu yang dianggap ranger ga becus ngurus anak, mereka biasanya disuntik KB, biar ga usah punya anak sekalian. Daripada punya anak terus mati, ya kan?
Wah pokoknya banyaklah yang lucu-lucu dari tingkahnya Orang Utan-Orang Utan disini. Sumpah deh bikin gigi gemerutuk saking gemesnya! Yang sangat disayangkan, di Camp Leakey-pun kita ga ketemu sama rajanya, si Tom. Dan ga ketemu juga sama Siswi, mantan primadona Camp Leakey. Padahal biasanya, Siswi ini suka banget nongkrong di dekat pos masuk, makannya dia di-julukin sebagai resepsionis-nya Camp Leakey. Menurut ranger-ranger, udah semingguan ini Siswi ngikutin kemana Tom pergi, masuk-masuk ke hutan gitu. Iyaa, Siswi ini suka banget cari perhatian Tom, tapi mungkin karena Siswi udah tua kali ya, jadi Tom cuek aja. :))
Sepulangnya dari feeding station, saya sih pengennya masih mau jalan-jalan disekitaran hutan di Camp Leakey, mau ketemu sebanyak-banyaknya Orang Utan, atau syukur-syukur bisa ketemu Tom dan Siswi. Tapi keadaan lagi ga mendukung, si Qori yang berangkat tadi masih cengengesan, eh begitu di feeding station mukanya pucet banget katanya kepalanya pusing pengen pingsan. Nah lho! Sepanjang perjalanan pulang mukanya udah ditekuk 3 lipet. Kalo saya keukeuh ngajakin jalan lagi bisa-bisa doi pingsan beneran. Hadehh. Yasudahlah akhirnya kita kembali ke kapal dan mencari tempat peristirahatan malam puncak kita di TNTP ini.
Watching Sunset from Klotok
Dari awal kita udah bilang ke Mas Kris, pokoknya harus ada 1 malam kita tidur di tempat yang banyak kunang-kunangnya. Jadilah sore ini, kita meninggalkan Black River dan menuju ke Nipah Mangrove di dekat Tanjung Harapan sana. Eh, saya juga nyempetin mandi sewaktu kita masih di kawasan Black River, jadi udah sah dong ya petualangan kali ini. Mandi air Sungai Sekonyer checked! air Black River checked! Hihihi..
Sesorean ini kita gelar matras di beranda kapal. Tidur-tiduran sambil bengong atau ngobrol aja disitu sampe malem. Gila ya, padahal saya udah bekal kartu dan buku kali-kali bete selama di kapal. Ga taunya ga ada yang kepake satupun dan leyeh-leyeh di beranda kapal gini emang the best banget sih menurut saya. Si Qori aja yang tadi hampir pingsan tau-tau segar bugar setelah dipijitin Mas Kris dan disuguhin kudapan sore, pisang goreng yang suer-enak-banget-pengen-nambah-tapi-cuma-dijatah-sepiring.
Nah, sampailah di moment ter-highlight kita di TNTP. Kapal kita parkir persis di sebelah salah satu pohon nipah yang full dengan kunang-kunang. Dan kita gak henti-henti-nya ber-“wowww!!” norak persis kayak orang desa masuk kota *tapi-ini-kebalikannya*. Malam ini kita candle light dinner lagi dengan pemandangan kerlap-kerlip di sisi kiri kapal. Sama kayak kemarin, setelah itu berkumpul di beranda kapal, ketawa-ketawa, tidur-tiduran menghadap taburan bintang plus kerlipan kunang – kunang. Ahhh nikmat Tuhan mana lagi yang engku dustakan wahai manusia?? Sampe akhirnya saya dan Aya ketiduran beneran disini. Sekitar jam 1 malam baru dibangunin buat pindah ke tempat tidur berkelambu. Jangan ditanya gimana rasanya, Extravaganzaaaa!
Sungguh sangat disayangkan, saya coba ambil foto bintang-bintang dan kunang-kunang ini tapi si Jambon gak secanggih itu. Boro-boro Jambon, Apank yang bawa sepasukan lensa aja juga ga sanggup moto-nya. Tapiii, untungnya masih bisa divideoin kunang-kunangnya. Kenang-kenangan bintangnya disimpan rapi dalam hati aja. 🙂
Video Kunang-Kunang Tanjung Puting
Day 3, 2 February 2014
Kumai
Hari ini lagi-lagi saya bangun paling pagi dibanding yang lain. Dan seperti kemarin, langsung menuju beranda kapal dan leyeh-leyeh di atas matras yang sejak malam tergeletak disitu menghadap heningnya hutan dan sungai di depan mata, nyalain lagu di iPod, dan embrace the moment. Sambil bernafas dalam-dalam menikmati habis-habisan pagi sejuk yang besok akan digantikan di kota yang penuh polusi. Sedih deh. Masih mau banget disini! Ditambah lagi pesawat kita kembali ke Jakarta, Kalstar Aviation, dimajukan yang tadinya jam 3 sore menjadi jam 1 siang. Makin pendek deh waktu untuk leha-leha di atas klotok ini. :((
Leyeh-Leyeh Terakhir
Sarapan terakhir kita hari ini lebih enak dari kemarin, mie goreng ayam, minumnya teh panas. Haduh! kalo inget rasanya beneran ga mau pulang! Tapi apa daya, rutinitas menunggu di Jakarta, jam 9 lewat kapal mulai jalan lagi menuju Pelabuhan Kumai. Kita semua menghabiskan waktu duduk-duduk dan tiduran di beranda sambil dengerin Mas Kris cerita pengalaman-pengalaman turis yang out of the box.
Di Pelabuhan Kumai, kita disambut dengan Pak Emeng, foto-foto sebentar lalu kembalilah kita ke bandara Pangkalan Bun diantar Mas Kris. Di perjalanan menuju bandara, mampir sebentar di Rumah Panjang (Long House) tradisional Dayak. Rumah Panjang ini terbuat dari kayu meranti yang sangat kuat bisa tahan sampe ratusan tahun dan 1 Rumah Panjang bisa diisi sampai dengan 6 kepala keluarga. Wew. Ga lama-lama disini, kita pun melanjutkan perjalanan kembali ke bandara.
Rumah Panjang Dayak
Last but not least, berjuta terima kasih untuk Ibu Birute Galdikas telah membangun tempat yang istimewa ini dan tentunya untuk orang-orang lokal serta para ranger yang ikut mendukung dan mewujudkan tempat hebat ini. Saluuute to all of you. Terima kasih juga untuk Pak Emeng, Mas Kris, Kapten Kapal dan kru-nya serta Juru Masak Moonlight-2 yang handal. Semoga Taman Nasional Tanjung Puting tetap terjaga kelestariannya. Ini tempat pertama yang buat saya mau balik lagi. Semoga nanti masih sempat ketemu Tom dan Siswi 🙂
Video by Panggayuh Nugroho
P.S :
Untuk yang mau mengunjungi Taman Nasional Tanjung Puting, kalo boleh saran, ambil yang 4 hari 3 malam, usahakan itu udah termasuk trekking sampe kampung dayak. Dan kalo berani, cobain juga night trekking, biar ketemu sama hewan-hewan malam. Pasti seru banget!! Dan buat jaga-jaga, jangan lupa untuk minum obat malaria sebelum pergi kesini. 🙂