Sampai di bandara Jam 19.15 pas berkat atraksi ngepot kanan ngepot kiri-nya Bung Konyol. Tipis dari batas waktu check in maksimum. I owe you, gan! (Paragraf pertama ini memang sengaja dipersembahkan untuk si agan sebagai bentuk rasa terima kasih atas kontribusinya turut mensukseskan trip ke Macau -HK ini)
Tiba di LCCT jam 11 malam waktu Malaysia, berhubung gue dan NJ harus memburu pesawat ke Macau besok jam 6.30 pagi. Jadilah kita berdua tinggal di bandara, sementara Tata dan Disty menginap di Tune Hotel lantaran pesawat mereka ke Macau terbang jam 12 siang. Gue sama NJ mondar mandir muterin bandara nyari tempat PW buat dudukin pantat atau syukur-syukur bisa nidurin kepala. Pilihan kita akhirnya jatuh di Coffee Bean, karena tempatnya cukup nyaman, sepertinya aman, remang-remang, ada colokan listrik dan ada sofanya! walaupun sebenernya kita gak kedapetan duduk di sofa sih, karena semua sofa udah laris manis ditidurin sama orang-orang yang senasib sama kita, ngejar penerbangan pagi.
Seru juga ternyata semaleman nyampah di bandara, walaupun cuma diisi sama ngobrol-ngobrol gak jelas dan bikin video-video yang sama gak jelasnya. Jam 4.30 pagi, begitu counter di buka, kita langsung check in, masuk ke ruang tunggu gate 8 yang entah kenapa dipenuhi oleh teman-temannya Shahrukh Khan. *Apakah gue salah gate? atau salah pesawat?* Berkali-kali nge-cek tiket, memastikan gue gak salah booking atau gak salah ruang tunggu. Lalu terlintas pertanyaan berikutnya, *apakah Macau letaknya di India? bukan di China? apakah turis-turis Macau itu orang-orang India? Ah semoga saja tidak*.Pertanyaan-pertanyaan itu segera terjawab waktu nomor pesawat gw dipanggil buat boarding dan gak ada satupun tampang-tampang India ada di antrian. Thank God, ternyata memang tidak ada yang salah! 😀
Perjalanan KL-Macau merenggut waktu 4 jam 15 menit. Sepanjang perjalanan gw habiskan dengan tidur selelap-lelapnya, balas dendam karena semalem belum tidur. Akhirnya, sekitar jam 11 siang tiba juga di Macau yang sedang hujan rintik-rintik waktu itu.
Day 1 – 13 Mei 2011
Destination #1 : Ole London Hotel, Praca de Ponte e Horta
Dengan bekal alamat hotel lengkap dengan huruf mandarin-nya dan informasi transport apa yang harus kita naikin dari bandara ke hotel, maka kita pede untuk nggak naik taksi, melainkan naik bus no : 26. Waktu masuk bus, gue sama NJ langsung nyari tempat duduk. Padahal seharusnya, siapkan uang sekitar 5 MOP dulu, masukkan uang tsb ke kotak kecil mirip kotak amal dekat pintu masuk bus, baru carilah tempat duduk #tips. Kita baru sadar hal ini waktu liatin orang-orang yang naik setelah kita, mereka pada nge-tap kartu di pintu masuk atau kalau enggak masukkin beberapa koin Pattaca ke kotak -yang mirip kotak amal-
Bus no 26 ini akan membawa Anda jalan-jalan keliling Macau, Taipa Island (pulau dimana airport, Venetian, dan City of Dreams berada), lalu berputar di Coloane Village, dan barulah ke Macau City (Pulau dimana hotel kita, Senado Square dan Lisboa berada). Apesnya, bus no 26 yang kita naikin ini, entah kenapa berhenti di Coloane Village, dan supirnya menyuruh seluruh penumpangnya turun dengan nada seperti mengusir. Gw coba berkomunikasi dengan si supir kalau tujuan kita adalah Jalan Praca de Ponte e Horta bahkan sambil nunjukkin peta, tapi asli gue berasa kayak hantu, si supir boro boro jawab, bergeming aja enggak. Maka gue dan NJ terpaksa turun. Dan disanalah kita berada, out of nowhere. Gue coba baca peta, tapi masih buta. Ga ngerti. Gue coba cegat beberapa orang yang lagi jalan, dengan sapaan sakti : “do you speak english?”, tapi hasilnya nihil. Karena, gak seorang pun disana mengerti bahasa inggris! Gue sama NJ celingak-celinguk dipinggir jalanan yang sepi persis seperti anak-anak itik cantik jelita kehilangan induknya, hujan pula, bingung mau gimana, nunggu taksi, tapi gak ada satupun yang lewat. Sampe akhirnya ada malaikat berwujud laki-laki lewat, gue cegat, Puji Tuhan dia bisa bahasa inggris. Gue tunjukkin alamat hotel gue, dan dia tau!! Malaikat baik hati ini mayungin kita nyebrang ke halte, ngasih tau harus naik bus no 26 yang ke arah berlawanan, dan ngajarin baca trayek bus di halte. ahhh….Xie Xie, senor! (baca: terimakasih)
15 menit menunggu, si bus no 26 akhirnya muncul juga. Sekarang kita udah pinteran dikit, waktu masuk bus udah langsung masukin duit ke kotak -yang mirip kotak amal-. Dan dibawalah kita berkeliling Coloane Village, balik lagi ke Airport, ke Taipa Ferry Terminal, dan akhirnya melewati jembatan menuju Macau City. Pertanyaan berikutnya, di halte manakah kita harus turun? Karena urutan halte yang ada di peta dengan halte aslinya-nya agak beda nama-namanya. Tiba tiba NJ teriak “Ponte!” waktu melewati gedung yang banyak tulisan Ponte-nya. Nama jalan hotel kita sebenernya adalah Praca de Ponte e Horta. Memang agak lemah sih kemiripannya -cuma sama 1 kata doang, ponte-. Tapi toh akhirnya kita turun gak jauh dari gedung itu. Feeling so strong aja lah.
Walaupun in the end -karena bener-bener bingung mau jalan ke arah mana lagi- kita memilih fasttrack, naik taksi. Hahaha! Tarif buka pintu taksi di Macau itu 13 MOP. Si supir langsung ngeh waktu kita kasih tau alamat hotelnya yang ternyata memang sudah dekat sekali, argo baru menunjukkan angka 13,7 MOP waktu sampai di depan pintu hotel. Kebayang kan deketnya kayak apa?
Kita stay di Ole London Hotel, yang terletak di Jalan Praca de Ponte e Horta, yang adalah salah satu cabang jalan Rua das Lorchas. Hotelnya mungil, bersih banget, kamarnya minimalis dan tampak seperti baru, tatanan interiornya apik dan lucu. Harga per-malamnya berkisar IDR 500k – 700k. Worth it lah, karena bisa diisi 3 orang atau bahkan 4 orang tanpa harus ditegor petugas hotel. =D
Destination #2 A-Ma Temple
Sembari menunggu Tata dan yang lainnya datang, Gw dan NJ jalan-jalan di sekitar hotel untuk cari makan siang. Setelah jalan beberapa blok dari hotel, belom juga ada tanda-tanda keberadaan si restoran. Gak lama, sesosok malaikat lain datang menghampiri. Cowok. Bule. Dia tanya, apa kita lagi tersesat, karena dia liat gue lagi pegang peta. Ya gue bilang aja kalo kita lagi bingung cari tempat makan. Dan akhirnya, si malaikat ini ngajakin kita makan bareng di foodcourt chinesse food terdekat, karena ternyata dia juga lagi mau makan siang. Hehehe, kebetulan!
Makanan perdana kita di Macau adalah Mie Ayam -yang semoga tidak mengandung babi-. Rasanya hambar tapi gak papa deh yang penting perut keisi. Obrol punya obrol, si malaikat bule ini berasal dari New York. Udah 6 bulan tinggal di Macau untuk keperluan bisnis, umurnya 33 tahun. Serunya, dia cerita setiap 2 tahun dia pasti pindah negara tinggal karena kerjaannya, seperti Miami, Caribbean, dan ada beberapa negara di Asia. Gw lupa detailnya :p
Terus ya, si malaikat ini bilang kalau dia punya beberapa tiket seat front row konser Rain -artis tenar Korea yang main film di FullHouse- besok di Venetian. Dan dia bingung mau ajak siapa. Oh God!! Pucuk dicinta ulam tiba! Sayang, besok sore kita sudah harus nyebrang ke Hongkong. *ge-er banget mau diajak* hahaha abisan, buat apa dia bilang begitu kalau bukan mau ngajak. Si malaikat berkedok bule ini juga bantuin kita baca peta, ngasih tau tempat-tempat mana aja yang must-see di Macau, dan kasih suggestion kemana sebaiknya kita pergi sambil menunggu teman-teman yang lain sampai. Pilihannya, A-Ma Temple. Sebelum berpisah sama si malaikat, dia sempat ngasih name card dan minta nomer telepon dan alamat facebook. Ternyata setelah baca name card-nya, rumahnya di 5th Avenue NY! Woooohh.. :p
Perjalanan ke A-Ma Temple kurang lebih menghabiskan waktu 20 menit jalan kaki. menyusuri jalan-jalan kecil menanjak yang mirip dengan jalan-jalan di Roma. Disepanjang perjalanan, ada beberapa bangunan yang menarik, mostly adalah gereja-gereja tua. Untuk bisa survive sampe A-Ma Temple, kita nanya arah ke beberapa orang dijalan dengan bahasa tarzan, tinggal tunjuk gambar A-Ma Temple di peta dan Voila!! sampailah kita.
Seperti namanya, A-Ma Temple adalah kuil tempat orang-orang bersembahyang. Kuil ini memiliki 2 tempat sembahyang. Yang 1 dibawah, dan yang 1 diatas. Untuk mencapai ke kuil bagian atas, harus menaiki beberapa anak tangga dengan aksen batu batu besar seperti di gunung gitu. Sayangnya, waktu itu kita gak naik ke kuil atas, karena males naik tangganya. Payah ya? Hehe… Di sini kita sempat belanja oleh-oleh di Pastelaria Koi Kei (Toko oleh-oleh di Macau yang lumayan kondang) Kue-kue kering yang dijual di Pastelaria Koi Kei ini sebenarnya gak beda jauh sama kue-kue kering di Indonesia. Sebut saja semprong, onde-onde, kembang goyang, dan kacang-kacangan. Cuma bedanya, yang dijual di Koi Kei ini dibuat dengan variasi rasa, semprong rasa babi, onde-onde rasa babi, dan ada juga kembang goyang rasa babi. Sepertinya orang Timur tidak bisa lepas dari babi ya?
Anyway, setelah diamati dengan seksama, di Macau itu mobilnya bagus-bagus sekali. BMW, Mercy, Lexus, Audi, semuanya rajin terlihat lalu-lalang di jalanan.
Tapi, di Macau ini, seperti kota-kota lainnya, nyaris tidak terlihat satu pun rumah tinggal yang berbentuk rumah. Rata-rata bentuknya kayak rumah susun atau apartemen yang dari luar kelihatannya sangat tidak menarik atau bisa dibilang, kumuh. Tapi si NJ sempat lihat salah satu interior apartment yang pintunya lagi kebuka, katanya sih dalemnya bagus.. semuanya temboknya di-wallpaper-in gitu.
Destination #3 City of Dreams, Taipa Island
Tata, Dizty, Irwan, Naira, dan Ling ling ternyata bernasib nyasar-nyasar yang sama. Dari bandara mereka naik bus 21 dan turun di Senado Square trus jalan muter-muter sambil geret geret koper dan sampailah di hotel jam setengah 7 malam! Padahal direncanakan, jam 5 harusnya udah sampai hotel. Alhasil, mereka cuma sempet ganti baju dan langsung buru-buru pergi lagi ke City of Dreams karena ngejar Dragon Treasure Show di The Bubble Theatre yang show terakhirnya jam 10.
Untungnya, shuttle bus Venetian punya stop-an yang gak jauh dari hotel kita. Jalan gak sampe 50 meter, udah bisa duduk cantik di dalam bus ini. Sumpah ya, di perjalanan ke Taipa Island, gue bener-bener takjub sama suasana Macau malam hari. Beda banget sama Macau siang yang sepi. Macau is freaking sophisticated at night. Crowd-nya tempting sekali, ditambah kerlipan lampu-lampu gedung di Macau yang fascinating. Moment ter-oke-nya waktu nyebrangin Macau-Taipa bridge. Oh my goodness Lord, the scene would definitely take your breath away! I couldn’t stop saying “wow!” at that time. The greatness lights show of Grand Lisboa, Macau Tower, and Macau-Taipa bridge are mixed to one beautiful scenery! Dan, sesampainya di Taipa Island, mata masih dimanjakan oleh view lampu-lampu gedung Venetian, Galaxy, dan City of Dreams. Gue curiga mungkin di pemerintahan Macau ini ada divisi khusus tata cahaya kota kali yaaa?
Karena bus yang kita naikin itu bus Venetian, maka kita turun tepat di lobby belakang gedung Venetian dan kita langsung pontang-panting nyari fast track ke City of Dreams. City of Dreams ini letaknya gak jauh dari The Venetian, bisa ditempuh dengan jalan kaki sekitar 5-10 menit (kalau enggak pake berhenti foto-foto yaa). Memasuki gerbang City of Dreams, kita langsung menyerbu Theater The Bubble dan bayar 30 MOP untuk dapetin tiket masuk nonton The Dragon Treasure. Waktu itu dapet show-nya yang jam 9. Berhubung pada belom makan malam, sambil nunggu jam 9, kita makan dulu di foodcourt City of Dreams. Pilihan makanannya gak banyak, dan yah seperti biasa ada aroma babi yang cukup menyengat bergentayangan. Range harga makanan di foodcourt ini sekitar 30-70 MOP.
Dragon Treasure ini adalah show 4D tentang naga yang gue sendiri gak begitu paham jalan cerita si naga ini sebenarnya gimana karena keabsurd-an teknologi 4D nya yang bikin gak konsen untuk merhatiin jalan ceritanya. Yang gue inget, akan ada berbagai macam jenis hewan dalam laut berlarian mengelilingi penonton, sesaat persis seperti lagi wisata di Sea world, lalu suasana berubah menjadi kerajaan naga. Dan naga-naga ini pun akan terbang mengelilingi penonton. Yang jelas sih, show ini sangat worth it untuk dinikmati.
Di perjalanan kembali ke Venetian, lagi-lagi mata tersita perhatiannya oleh keatraktifan lampu-lampu dari Crown Hotel dan Hard Rock Hotel. Yang tentunya, buat kita stay lumayan lama untuk foto-foto. 😀
Destination #3 The Venetian, Taipa Island
Yang menarik dari The Venetian, adalah Grand Cannal dan Gondola-nya yang seperti asli di Venetian – Eropa dan tentunya, Casino-nya yang superb. Di dalam bangunan Venetian yang super megah ini, ada cannal buatan yang lumayan panjang dan dikelilingi oleh toko-toko yang mirip dengan bangunan rumah-rumah di buku-buku cerita yang latarnya di Eropa. Cantik sekali. Dan di cannal itu juga ada gondola yang bisa dinaikin dengan membayar +/- 100 MOP udah bisa dapet nyanyian seriosa dari mas-mas gondolier-nya. Sayangnya, waktu kita sampai di Grand Cannal, Loket Gondolanya udah tutup. Hiks! Padahal pasti seru banget kalau sempat naik gondolanya.
Akhirnya kita jalan jalan di Grand Cannal Shop-nya aja, dan mampir di Lord Stow Cafe yang kondang berat dengan eggtart-nya. Harga per-eggtart-nya 8 MOP. Enaaak! Lembutt! Tapi cukup satu, karena kalau makan 2, pasti eneg.
Selesai santai-santai di Lord Stow, kita memutuskan untuk turun ke Casino, tadinya niat mau nguji peruntungan di meja judi Venetian. Tapi setelah mantengin beberapa meja judi cukup lama, kok ga ngerti ya cara mainnya? Kita coba beralih ke game mesin yang lebih sederhana dan paling murah. Cuma butuh 10 MOP saja untuk main. Setelah liat-liat beberapa mesin lengkap dengan tombol-tombolnya yang bertulisan mandarin, Haiyyaa tetep aja gak ngerti juga. 10 MOP sayang juga kalau mau asal pencet, mending untuk beli air minum. Akhirnya, yasudahlah, gak jadi. Memang gak bakat judi. Hihihi…
Destination #4 Grand Lisboa, Wynn, and MGM
Sebelum pulang ke hotel, karena gak mau melewatkan moment Macau pas malem, kita putuskan mampir dulu ke sekitar Grand Lisboa. Karena dari kejauhan, cahaya-cahaya gedung Lisboa ini menggoda sekali untuk dikunjungi. Dari Venetian, karena shuttle bus terakhir sudah habis, jadinya kita naik taksi menuju ke Lisboa. Ongkosnya murah, gak lebih dari 23 MOP. Padahal nyebrang pulau, lho!
Sama seperti The Venetian dan City of Dreams, Grand Lisboa, Wynn dan MGM itu adalah gedung-gedung megah yang menjual bisnis casino. Mungkin itulah kenapa pencahayaan gedung-gedung ini dibuat sementereng mungkin, untuk menarik para wisatawan atau penjudi-penjudi datang dan bermain di meja judi. Sayang, hal itu gak berlaku buat wisatawan-wisatawan seperti kita. Tertarik untuk datang, memang iya. Tapi untuk foto-foto bukan untuk berjudi. :p
Nah disinilah salah satu lelucon lost in translation itu terjadi. Dengan percaya diri yang tinggi kita naik taksi di depan lobby Grand Lisboa. “Ole London Hotel – Praca de Ponte e Horta street” . Supir Taksi : Diam seribu bahasa. Gak lama, dia ngomong pake bahasa mandarin, yang sepertinya berarti, dia gak tau Ole London Hotel – Praca de Ponte e Horta Street itu apa dan dimana. Kita ber-4 yang waktu itu setaksi, lirik-lirikan panik. Tata langsung gedubrak-gedubrak buka buku Lonely Planet-nya, coba cari contekan bahasa mandarin untuk nama daerah hotel kita. Sialnya, si supir taksi juga tetep gak ngerti, padahal udah disuruh baca sendiri tulisan di Lonely Planet-nya. Kita baru ngeh, kalau mereka memang gak bisa baca tulisan latin. maka, dengan terpaksa si supir taksi menyuruh kita turun dari taksinya.
Pantang menyerah, kita naik taksi berikutnya. Kejadiannya sama. Si supir gak ngerti bahasa kita. Dan kita ga ngerti bahasa si supir. Tata setengah mati ngomong sesuai bahasa tuntunan di Lonely Planet. Dan gue kasih liat map Macau ke supir taksi nunjukkin dimana hotel kita berada. Hasilnya? Nol kawan-kawan. Tampaknya si supir hampir putus asa dan sudah akan mengusir kita (lagi) dari taksinya. Lalu seperti ada bisikan malaikat kepada si supir, tiba tiba dia mengeluarkan buku sakti dari laci mobil. Dan dia kasih bukunya ke kita, minta kita tunjukkin nama hotel tempat kita menginap. Ternyata buku itu isinya, nama-nama hotel dan tujuan-tujuan wisata di Macau dengan tulisan latin yang dilengkapi dengan tulisan Mandarin. Cukup membuka halaman pertama, yuhuuu! nama hotel kita terpampang disana. Dengan rasa excited yang luar biasa, kita tunjukkin nama London Hotel di buku itu ke supir taksi. Lalu si supir dengan sama excitednya bilang : haaaaa, Luk Siu Siu!!! Oh, jadi nama mandarinnya, Luk Siu-Siu! Noted, pak!! 😀
Day2
Destination #6 Senado Square, Ruin St. Paul, Museu de Macau, Monte Fort
Karena males repot nyari tempat makan di jalan, jadinya kita sarapan pagi di hotel (cuma nambah 27 MOP per-pax). Pertimbangannya karena makanannya jelas, bersih, buffet, (katanya) gak ada babinya, murah, dan ternyata enak! Setelah itu kita titip koper di resepsionis, dan cabut ke Senado Square. Di hotel kita sempat ketemu sama pasangan dari Singapore yang juga mau ke Senado Sq. Kemarin pasangan ini berencana kesana, tapi karena nyasar-nyasar gak jelas akhirnya gak jadi. Berhubung tadi pagi Tata dan Dizty sudah sempat observasi ke Senado Sq duluan, jadinya Tata berani nawarin si pasangan ini untuk pergi bareng kita hari ini ke Senado Sq dan mereka dengan senang hati menyetujuinya.
Eh, gak taunya kita juga nyasar! Hahaha! Karena jalan yang kita lewatin sekarang sama yang tadi pagi Tata lewatin beda. Jadi Tata juga agak-agak bingung. Sumpah, jadi super nggak enak sama tuh pasangan. Kita udah jalan jauh banget dan ternyata salah. Setelah tanya orang di jalan, ternyata sudah dipastikan kita kelewatan jauh banget. Pantes aja gak sampe-sampe! Harusnya emang Senado Square itu gak jauh dari hotel kita. Akhirnya si pasangan Singapore itu memutuskan untuk berpisah sama rombongan kita. Hehehe, maaf banget ya om dan tante… Anyway, orang yang kita tanyain perihal Jalan ke Senado Sq itu sepertinya berkedok malaikat juga deh, soalnya mereka baik banget. Kan gue tanya jalan kalo mau ke Senado Sq kemana, dia bilang kita naik bus aja terus turun di pemberhentian ke 3. Waktu kita lagi nunggu bus, mereka nyamperin kita lagi dan bilang kalau dia gak yakin pemberhentian ke berapa, akhirnya mereka mutusin untuk nganterin kita aja ke Senado Sq. Baik banget kan?? Obrol punya obrol si malaikat berwujud mbak-mbak ini aslinya orang Filipin yang udah 2 tahun tinggal di Macau. Pantes baik banget dan Inggrisnya lancar, beda sama orang-orang Macau asli yang jutek-jutek. Sorry to say ya, tapi emang bener kok.
Senado Square ini adalah salah satu landmark Macau. Gue juga gak ngerti pasti sih sejarahnya gimana, karena kalau diliat-liat Senado Square itu cuma Sclupture berbentuk bola yang dikelilingi fountain. Tapi, pemandangan di sekitar Senado Square ini emang kece berat. Arsitektur bangunan-bangunan disekitarnya mengadopsi bangunan-bangunan di Eropa sana. Yang bikin seru, bangunan-bangunan ini diselingi oleh toko-toko souvenir, cafe-cafe, dan toko-toko baju yang lumayan branded. Jadi hype-nya dapet banget.
Destination #7 Macau Tower
Selepas dari onte Fort, berhubung teman-teman yang lain masih banyak yang mau belanja souvenir di sekitaran Senado dan mereka kurang tertarik untuk berkunjung ke Macau Tower, maka gue dan NJ memutuskan berpisah dan langsung mengambil taksi dari Ruin St. Paul menuju Macau Tower.
Apesnya, entah memang itu adalah jalan yang benar, atau mungkin kita diputerin sama abang taksinya, ongkos yang dihabiskan dari Ruin St.Paul ke Macau Tower cukup menohok, yaitu sebesar 80 MOP! Gue dan NJ di jalan udah gelisah karena perjalanan berasa jauh banget, padahal pucuk menara Macau itu terlihat jelas dan tidak jauh dari atas menara Monte Fort. Tapi yasudahlah ya, ikhlaskan saja.
Harga tiket masuk Macau Tower memang cukup mahal yaitu sebesar 120 MOP. Dengan tiket masuk segitu, kita bisa melihat Macau dari ketinggian 58 lantai (Indoor Observation Deck) bahkan dari ketinggian 61 lantai (Outdoor Observation Deck). Bagi yang mau, di outdoor observation deck ini bisa dilakukan kegiatan ekstrim kayak bungee jumping, yang tentunya tidak murah tapi pasti cukup membuat adrenalin anda terpompa. Gue yakin, kalau gue kesini pas malem, angka 120 MOP itu akan benar-benar terbayar dengan kepuasan lahir dan batin karena bisa melihat keeksentrikan Macau dengan citylightnya yang spektakuler. Waktu gue naik keatas, cuaca Macau lagi agak berkabut, jadi foto-foto yang dihasilkan gak begitu jelas. Yang seru, disini ada area yang lantainya terbuat dari kaca. Gue sendiri gak berani nginjekin kaki di lantai kaca itu, tapi demi dokumentasi yang ciamik, gue harus meluluhlantakkan sejenak kecemenan tersebut.
Nah yang lucu, waktu mau pulang ke Hotel dari Macau Tower, gue sama NJ memutuskan untuk naik taksi lagi, karena ngejar waktu janjian ketemuan sama anak-anak lain di hotel jam 2. sedangkan waktu itu udah jam 2 lewat 25 menit. Kita buru-buru naik taksi di depan lobby Macau Tower dan langsung bilang : Luk Siu Siu sama driver-nya. Si driver bengong. Gue mulai menyadari gelagat yang tidak menyenangkan. Gue mengulangi lagi : “Luk Siu Siu”. Si driver diam terpaku. Gue coba lagi ngulang kalimat Luk Siu Siu dngan berbagai aksen, tapi si doi tetep gak bergeming. Dan seperti yang anda bisa kira, lagi -lagi kita diusir dari taksi. Benar-benar gak belajar dari pengalaman banget deh kita. Kejadian begini bisa-bisanya keulang. Gue sama NJ berusaha tetap tenang, NJ coba buka email dari Hostel World, karena disana tertera tulisan Cina-nya Ole London. Tapi entah mengapa internet BB ngadat, email gak bisa kebuka.
Sempet kepikiran mau naik bus, tapi sepertinya bukan pilihan yang bagus. Karena kalau naik bus, berarti kita harus siap menghadapi resiko : nyasar! ah, puhlease not again! Tiba-tiba ada secercah ide datang dari otak gue yang ternyata bisa juga diandalkan pada saat-saat kepepet begitu, gue tarik NJ untuk naik taksi lagi, dan gue masih (berusaha) bilang ‘Luk Siu Siu’ sama driver-nya. Masih tidak ada tanda-tanda kehidupan di air muka si driver, dan gue dengan lantang bilang : oke, take us to Senado Square! Driver : “Senado Squeh? okay.” Wohohoho berhasiiil! Kenapa gue bilang Senado Square? karena gw mikir, letaknya Senado Square itu kan gak jauh dari hotel kita. Dan bener aja lho, arah ke Senado Square ngelewatin jalan dimana hotel kita berada. Oh, what a brilliant me!! And you know what? Ongkos taksi dari Macau Tower – Ole London cuma habis 20 MOP. Sompretttt tuh tukang taksi yang pertama! eh, kan udah ikhlas ya? :p
Destination #8 Macau Ferry Terminal
Jam menunjukkan pukul 3 sore, waktunya menggeret koper meninggalkan Macau. Dengan maksud gak mau repot, dan ngejar waktu juga, kita pilih naik taksi lagi. Untungnya kali ini gak pake nyasar, miscomm atau diputer-puterin. Di taksi, si driver sempet mengira kalau kita orang Filipino. Begitu mengaku kalau kita dari Indonesia. Dia dengan antusias bilang, “ohh I like Indokare!” Maksudnya Indomie kali yaaa??
Di terminal, sempet agak blunder mau naik Turbo Jet atau First Ferry. Karena hostel kita terletak di Causeway Bay-HK Island, jadi pilihan yang paling efektif dan efisien adalah naik Turbo Jet. karena kalau First Ferry itu untuk tujuan Kowloon. Untungnya, ongkos Turbo Jet sama First Ferry (160an MOP), masih murahan Turbo Jet (150an MOP). Hehehe, lumayaan…