Airport Link baru beroperasi jam 5 pagi, sementara pesawat kita depart jam 6 pagi, akhirnya kita memlilih untuk naik taksi langsung dari depan hostel. Sydney Airport tuh ternyata gak jauh ya dari CBD? Naik taksi cuma sekitar 20 menit dan fare-nya AUD 12, tadinya saya kira bakalan sampe AUD 30-an. Kalo gini sih, ga heran kemaren naik Airport Link ke CBD cuma 10 menit doang.
Proses check ini berjalan lancar, proses melewati luggage scanner juga lancar, cuma saya sempet kena random thermal check gitu, dan sempet ditanya sama petugasnya. “Are you over 18?” saya bilang “ya, of course, why?” dia : “you look so young”. *heh? again??* Seneng sih, tapi capek juga dikira bocah melulu.
Sambil nunggu waktu boarding, kita nyari sarapan dulu, berhubung naik budget airlines, Jetstar, pastinya air putih aja ga akan dapet ya kan. Begitu duduk di food court bandara, saya baru sadar boarding pass saya hilang! Grabak-grubuk bongkar tas ga nemu, sempet keliling nyusurin jalanan selepas dari check-in gate juga ga nemu. Terpaksa saya keluar lagi dan antri lagi buat nge-print boarding pass (lagi!). Petugas check-in-nya sempet becanda gitu katanya kalau nge-print lagi saya harus bayar AUD 10. Reaksi dan tampang saya udah ga santai waktu dia bilang begitu, tapi akhirnya dia langsung ketawa dan bilang “hey chill! I’m just kidding” Ngok..! Yekali, subuh-subuh gini ngajakin becanda, bikin senewen aja nih orang.
Trus udah gitu, waktu masuk luggage scanner, tas saya ditahan, aneh, padahal waktu pertama tadi lolos-lolos aja. Please jangan sampai quote ‘sekali sial terus-terusan sial’ kejadian di sini ya Tuhan. Alhasil tas saya dibongkar-bongkar sama mas-mas item botak tampangnya serem. Ga taunya, barang mencurigakan itu adalah pisau alis, karena dilihat ga begitu mengancam, pisau alis saya ga diambil, di taro lagi ke tempatnya. Yey! Trus dia nanya, tasnya mau dia yang rapihin atau saya sendiri yang rapihin. Saya bilang, saya aja. Eh trus dia tiba-tiba mukanya serius gitu, “what’s in your bag? why are you afraid if I do it for you?” Heh??? and I was like, “No, I’m just trying to help..” trus dia ketawa geli..”Haha..I’m just kidding”. Saya berlalu sambil menggerutu, makin senewen.
Dude?? Hari ini bukan April Mop-kan?
10 May 2013 Day #3 Melbourne
Greenhouse Backpacker Hostel – Federation Sq – Hosier Lane – St Paul Cathedral – Flinders Station – Melbourne Central – Queen Victoria Market – Public Bath – State Library of Victoria – Block Arcade – Brighton Beach – St Kilda
Penerbangan dari Sydney ke Melbourne memakan waktu 1,5 jam. Sesampainya di Melbourne, kita langsung menuju CBD dengan menggunakan Skybus yang bertarif AUD 28 return. Mau balik lagi ke bandara kapanpun, asalkan tiket Skybus return ini ga ilang, masih bisa dipake lagi. Begitu tiba di tempat pemberhentian akhir Skybus, Southern Cross Station, kita turun dan akan dioper ke shuttle bus yang akan mengantar kita ke hotel masing-masing tanpa dipungut biaya lagi. Caranya, begitu tiba di Southern Cross, kita harus mendaftarkan diri dan hotel tujuan di loket Skybus, untuk nanti diaturkan naik shuttle bus yang mana. Petugas yang mengantar kita biasanya sudah tau dimana letak hotel yang kita tuju dan dia akan menurunkan kita di tempat terdekat dengan hotel. Waktu itu kita diturunin di persimpangan Flinders Lane, dan menurut petunjuk si petugas, kita tinggal menyusuri Flinders Lane, nanti akan terlihat signage Greenhouse Backpacker. Tapi udah bolak-balik geret koper di sepanjang Flinders Lane, Saya dan NJ ga juga menemukan plang si hostel, akhirnya saya nanya sama orang lewat, cewek bertampang asia, begitu ditanya, dia langsung senyum trus nunjuk tulisan di dada-nya. Ternyata tulisannya : Greenhouse Backpacker. Ouch! Wow! Pas banget bisa ketemu sama penjaga hostelnya. Dia nyuruh kita untuk ngikutin dia sampai ke hostel yang ternyata emang papannya kecil tersembunyi, dan papan di depan lift-nya baru yang tulisannya besar. Cape deehh.
Lagi-lagi karena kita datang kepagian, belum waktunya check in, kita titipin barang lagi di storage room. Begitu keluar dari storage room, tadaaaaaaa! tau-tau si Sasa udah ada di balik pintu Storage room. Trus kita heboh-heboh ga jelas gitu, saya emang janjian sama Sasa, salah satu travel-mate yang dulu pernah ke Singapur bareng. Sekarang dia kerja di Melbourne, dan udah janji mau nemenin saya dan NJ jalan-jalan selama di Melbourne. Sasa ngajak temennya juga, namanya Cynthia, yang kebetulan juga lagi liburan di Melbourne.
Keluar dari hostel, kita menuju ke Tourist Information Center di dekat Federation Sq, beli tiket tour Great Ocean Road (GOR) untuk besok. Jadi ceritanya, si Cynthia kemarin harusnya ikutan Ballarat Tour, tapi karena dia telat dan ketinggalan rombongan, akhirnya tiket tour ke Ballarat-nya minta dituker sama tiket GOR untuk hari Sabtu. Kalau ga dituker begitu ya terpaksa hangus. Mau ga mau saya, NJ dan Sasa beli tour GOR di provider yang sama dengan Cynthia. Harga tour-nya AUD 139, not include lunch. Iya, mahal memang kalau dibandingkan dengan provider lain. Karena dari harga yang pernah saya survey, AUD 99 adalah yang termurah, di hostel tadi malah sempat liat yang AUD 95 tapi pas di cek ternyata yang harganya AUD 95 hanya bisa waktu weekdays. Ada juga yang harganya AUD 125 sudah include lunch. Ya sudahlah yaa gapapa *sambil-mewek*, yang penting bisa bareng-bareng *sok-wise*.
Anyway, kalau mau compare provider Great Ocean Road, bisa dilihat disini, saya pakai yang AAT Kings Tour. Malemnya NJ sempet nanya sama petugas di hostel, apa bedanya GOR tour yang mahal dengan yang murah, kata si petugas hostel, ga ada perbedaan signifikan soal tujuan-tujuannya, cuma provider tour yang kita pilih itu transportasinya pake bus besar yang memang bagus dan kebanyakan yang ikut orang-orang tua. Duweweweng! Sementara tur-tur yang lebih murah biasanya pakai mobil van atau bus kecil. Yaudahlah yah, ambil positifnya, siapa tau bisa ketemu calon mertua di bus AAT Kings. x)
Setelah beli tiket GOR, kita foto-foto centil di sekitar Federation Sq, yang menjadi salah satu icon Melbourne, bangunannya lucu banget, ga simetris gitu, di dalamnya ada museum, gallery, theatre, dan cafe-cafe. Di seberang Fed Sq berdiri stasiun tertua di Australia, Flinders Station. Walaupun udah tua, tapi bangunannya masih kokoh dan terawat. Sejak tahun 1920-an Flinders street ini termasuk stasiun yang tersibuk lho di dunia.
Federation Square & Flinders Station
Sebelum memulai Melbourne city-tour, kali ini dengan Sasa sebagai tour leader-nya, kita nyempetin sarapan dulu di salah satu cafe di Fed Sq, dari situ kita beranjak menuju destinasi selanjutnya yaitu liat-liat street art di Hosier Lane dan Rutledge Lane yang kebetulan letaknya tinggal nyebrang dari Fed Sq. Gang yang muat dengan 1 mobil ini dipenuhi oleh grafitti-grafitti dengan berbagai macam warna dan gambar dari ujung ke ujung. Saya sampai rela foto dengan background gerobak sampah karena hasilnya jadi bagus lantaran warna-warni grafitti-nya. Hihihi..
Hosier Lane & Rutledge Lane Street Art
Dari Hosier Lane, kita berjalan keluar masuk Laneways-Laneways, atau yang lebih akrab disebut dengan ‘gang’ kalo di Indonesia. Sampai akhirnya melewati St. Paul Cathedral, yes, another famous landmark in Melbourne. Kalau foto ber-background gereja ini dipastikan berasa banget luar negri-nya. Tau dong, gereja-gereja yang bangunannya bergaya Victoria gitu, yah ini lah salah satunya. Lucunya, ga jauh dari St Paul, kita bertemu pasukan demo ala Australia, asli, bukannya rusuh kaya demo kebanyakan di Indonesia, tapi mereka malah terlihat lucu dan kreatif. Mereka menyuarakan anti kekerasan pada wanita, di barisan depan dipenuhi laki-laki berjas lengkap dengan dasi-dasinya ala-ala mau kerja gitu tapi sepatunya high heels! Hihihi! Lucu!
St Paul Cathedral
Anyway, destinasi city tour kita berlanjut dengan naik Train dari Flinders Station menuju Melbourne Central. Kita beli Myki Card seharga AUD 13 untuk one day pass, tadinya pengen naik Tram gratis aja tapi Sasa lebih menyarankan untuk naik Train, biar bisa experience naik kereta dalam kota-nya Melbourne. Btw, Myki Card-nya berlaku ga cuma untuk naik train tapi bisa juga untuk naik tram dengan jalur tertentu.
Turun di Melbourne Central Station, kita mampir di Coop’s Shot Tower yang juga merupakan Melbourne Central Shopping Center. Disini Sasa, Cynthia dan NJ beli lunch di foodcourt-nya trus di take away untuk kita makan di Hanging Garden-nya Melbourne Central. Saya sendiri makan sisa sarapan di Fed Sq yang ga habis tadi pagi.
Dari QVM kita jalan kaki ke arah Swanston Street, untuk berkunjung ke Public Bath. Tempat pemandian umum di Melbourne, siapapun boleh mandi disini. Ngapain kesana? bukan, bukan mau numpang mandi kok. Tapi cuma mau liat doang, kan tempat ginian ga ada di Jakarta. Begitu sampai, saya melongo, ini tempat pemandian umum? lah ini mah kalo di Jakarta udah jadi hotel, bangunannya bagus, bersih banget, ada kolam renangnya, loker-lokernya bagus dan rapih. Jadi, Australia pada jaman baheula, bathroom itu termasuk sesuatu yang mewah yang hanya dipunyai oleh orang-orang berduit. Akhirnya dibuatlah public bath yang ternyata pada tahun pertamanya laris manis diminati oleh masyarakat umum, hingga akhirnya berlangsung sampai sekarang. Keren yah!
Public Bath
Kita kembali menyusuri sepanjang Swanston St, melewati gedung-gedung unik bergaya hipster yang berlabel RMIT. Agak bingung sebenarnya RMIT sekolah teknologi atau sekolah design sih? Saking full design begitu gedungnya. Lucu banget! Sambil terus berjalan, kita melewati State Library of Victoria, perpustakaan umum yang halaman depannya dipadati orang-orang yang sedang bersantai di rerumputan. Cuaca Melbourne siang itu ga sedingin yang kita bayangkan sebelumnya. Selama di Sydney, saya udah parno padahal, Sydney aja sedingin itu apalagi Melbourne. Eh, ternyata pas kita di Melbourne pas banget cuacanya lagi bagus, cerah, malah jauh lebih dingin Sydney ketimbang Melbourne. Nah, begitu liat yang hijau-hijau (baca : taman) dengan cuaca dan udara sebagus itu, akhirnya kita memutuskan untuk ala-ala piknik sebentar di State Library yard. Ahh! enak banget! begitu duduk rasanya ga mau bangun lagi. Pantat udah nempel saking pewe-nya. Semua-nya serba pas! udara, cuaca, suasananya, bahkan ada live band-nya juga! Hihihi, lebih tepatnya sih disebut busker atau street performer. Huahh..pokoknya betah!
Berhubung agenda kita masih banyak terpaksa kita harus segera beranjak menuju Bourke St, salah satu jalan yang paling hits di Melbourne. Disini lah tempat-nya toko-toko branded berada, dari mulai Myer, David Jones, sampai Zara. Sasa bilang Bourke St ini adalah jalanan yang paling dia suka di Melbourne dan menurut dia, foto di tengah jalan Bourke St itu super harus banget dilakuin. Jadilah kita nyuri-nyuri timing jalanan kosong dari mobil-mobil dan tram, untuk foto-foto! eaa..ketara banget deh orang Indonesia-nya. Hahaha
Bourke St
Dari Bourke St, kita belok ke Collins St, dan masuk ke Block Arcade, another Victorian building yang didalamnya dipenuhi toko-toko dan kafe-kafe yang bisa dibilang lucu-lucu. Ada satu kafe yang menarik perhatian karena antriannya ramai sekali, menurut tour leader kita, si Sasa, kafe ini memang cukup happening di Melbourne, setiap dia lewat sini pasti selalu ramai. Namanya Hopetoun Tea Rooms, interior kafenya cantik dan sophisticated. Karena ‘agak’ penasaran dan merasa timing-nya juga pas, kita pun mampir untuk ber-afternoon tea disini. Waiting list sekitar 15 menit, baru deh bisa nikmatin kudapan cake plus teh ala orang Inggris. Menurut saya, dari segi rasa, ga ada yang istimewa, entah kenapa bisa seramai ini, bisa jadi lebih karena ambience-nya mungkin ya.
Hari sudah semakin sore dan kita harus segera mengejar sunset ke Brighton Beach, tempat dimana bath box warna-warni lucu berada. Dari Flinders Station naik Train menuju Brighton Beach Station dengan durasi perjalanan sekitar 20 menit. Dari stasiun, kita masih harus berjalan sedikit ke arah pantai. Begitu menginjak pantai, nengok kanan-kiri, tanda-tanda keberadaan bath box masih belum kelihatan, setelah ditanya-tanya ternyata kita masih harus jalan menyusuri pantai ke arah utara entah berapa jauh lagi, padahal matahari udah mulai turun di ufuk barat. Tekad saya, pokoknya harus sampai bath box selagi masih terang. Ealah, di saat yang bersamaan tiba-tiba NJ (akhirnya) pengen BAB. Hadeh Nana NJ! Pengen BAB kok in the wrong time and in the wrong place! Dibujukin untuk tahan BAB-nya dulu sampai kita menemukan bath box, tapi udah tak tertahankan katanya. Dia udah meraung-raung minta temenin buat numpang di toilet stasiun aja. Berhubung antara pantai dengan stasiun jaraknya lumayan, jadi kita pada nunggu aja di pantai dan NJ balik lagi ke stasiun sendirian. Sementara kita yang di pantai pasrah menunggu sambil melihat matahari semakin lama semakin turun. *geregetan-mau-nangis* Sekitar 20 menit akhirnya nih bocah nongol juga dengan tampang sumringah-nya karena yang ditunggu-tunggu, sumber dari segala sumber sakit boyo’an-nya, akhirnya keluar juga. Selamat ya Nje!
Kita pun langsung berjalan agak cepat ke arah utara, sekitar 5 menit jalan kaki, akhirnya keliatan juga tuh deretan bath box warna-warni impian saya, tapi ukurannya mini sekali alias masih jauh sekali. Hyaaaa! Pupus sudah harapan untuk foto-foto di sana. Sedih. Bukannya ga memungkinkan untuk maksain ke sana, tapi ngebayangin jalan baliknya dari bath box nun jauh disana ke stasiun aja ga sanggup, apalagi ngejalaninnya. Alhasil kita mentok duduk-duduk di pinggir pantai sambil memuaskan diri melihat bath box dan city dari kejauhan.
Seharusnya, di itinerary yang saya buat, Brighton Beach dikunjungi sekitar jam 4 sore baru setelah itu sunset di St Kilda Pier sambil liat Pinguin. Tapi karena waktunya ga memungkinkan, jadi akhirnya kita nyanset (baca : melihat sunset) di Brighton, dan tetap ke St Kilda untuk dinner. Langit sudah gelap waktu kita kembali ke stasiun untuk naik kereta kemudian turun di Ripponlea Station dan menyambung naik bus no 623 menuju Luna Park. Sayang seribu sayang, begitu kita sampai di Luna Park, Luna Park-nya tutup. Huhuhu..kenapa yaa semua-nya serba ga tepat waktunya. Akhirnya kita naik tram lagi ke St Kilda St untuk dinner. Karena udah agak males nyari-nyari lagi dan kaki juga udah capek, kita akhirnya pilih dinner di Nandos.
Sekembalinya ke city dengan Tram, Sasa-Cynthia dan saya-NJ berpisah di Flinders St. Cynthia menginap di tempat Sasa sementara saya dan NJ kembali ke hostel. Kita janjian lagi besok ketemu di Fed Sq untuk GOR Tour. Luar biasa panjang perjalanan hari ini, meskipun demikian masih ada beberapa tempat di itinerary yang ga sempat untuk didatengin. Gila ya! Sadis banget saya kalo bikin itinerary :p Tadinya, saya dan NJ masih mau keluar jalan-jalan, berhubung boyo’nya NJ juga udah sembuh. Tapi sepertinya kaki udah protes minta istirahat, jadi kita memutuskan untuk menghabiskan malam di lobby hostel aja sambil numpang WiFi gratis.
Oya saya belum review Greenhouse Backpacker ya? Harga per-malamnya standar, AUD 32. Secara lokasi hostel ini strategis banget, letaknya di Flinders Lane. 3-5 menit jalan kaki baik ke Flinders St, Flinders Station ataupun ke Fed Sq. WiFi gratis tapi hanya bisa dipakai di lobby hotel di lantai 3, saya ambil kamar Female 6 Dorm, kamarnya cukup bersih dan proper, kebersihan kamar mandi juga oke, living room di lobby besar banget dan bersih, dapurnya juga besar walaupun agak berantakan tapi not bad-lah, petugas-petugas hotelnya ramah dan helpful, informasi berbagai macam tur super lengkap tersedia di hostel, bahkan ada papan yang isinya event-event yang sedang berlangsung di Melbourne. Kekurangannya, hanya ada 1 kamar mandi di 1 lantai, walaupun emang bilik-nya banyak, dan ga pernah ngantri, tapi tetep aja jadi terasa jauh banget dari kamar, saking hostelnya juga besar sih yaaa. Dan di setiap bed ga tersedia colokan listrik. Jadi kalau nge-cas harus di colokan center yang bisa dipakai semua orang di kamar. Musti ekstra hati-hati kalau ninggalin barang di-cas malem-malem. Tipsnya biar aman, sambil di cas, HP atau kamera dimasukin dalam koper trus kopernya di-lock
11 May 2013 Day #4 Melbourne
Great Ocean Road Tour (Anglesea – Urquhart Bluff – Apollo Bay – Twelve Apostles – Loch Ard Gorge – Port Campbell – London Bridge) – Melbourne Docklands – Shrine of Remembrance – South Yarra
Pagi ini saya agak senewen karena ga sempet sarapan. Padahal saya dan NJ udah bangun jam 5 pagi, entah karena keenakan mandi atau gimana, pokoknya begitu kita mau masuk lift untuk turun sarapan ke lobby, tiba-tiba ada satu orang dalam lift dengan paniknya bilang kalau kita udah ditungguin teman kita di Fed Sq, bus-nya udah mau berangkat. Awalnya saya agak bengong, nih orang apa ya ga salah orang, ga pake nanya nama udah asal tembak aja kalo ada orang yang nungguin kita di Fed Sq. Ternyata pas liat jam beneran, 10 menit lagi menuju jam 7 pagi. Asli, waktu itu rasanya kesel-nya banget-banget, bukan karena lapernya, tapi karena mismanagement waktu, kita jadi harus buru-buru ke Fed Sq dan kehilangan moment sarapan di hostel. Dan yang ngeselin lagi, kita jadi akan ngeluarin tambahan lagi untuk sarapan. Kekiiii!
Perjalanan tour Great Ocean Road ini total-nya menghabiskan waktu +/- 12 jam dengan 7 spot pemberhentian, masing-masing waktu di tiap pemberhentian setega mungkin, pokoknya bener-bener di buru-buru deh. Sebagai anak muda yang masih lincah foto-foto, waktu yang diberikan oleh si driver merangkap tour guide ini selalu terasa kurang lama. Ga heran kalo saya dan NJ yang paling sering terlambat masuk bus, sampe pernah juga di-klaksonin supir bus-nya saking kelamaan foto-foto. Hahaha, lagian peserta lain yang rata-rata usianya udah super matang ini buset deh cepet-cepet banget masuk bus-nya, entah ga excited atau gimana saya juga ga ngerti. Kalo kata NJ, bodo amat deh telat, kita kan udah bayar mahal! Di satu sisi saya sih setuju, di sisi lain ga enak juga kalo tiap masuk bus kita lagi – kita lagi dalangnya.
Secara keseluruhan, GOR cukup recommended, sepanjang perjalanan kita disuguhi view pantai dan tebing-tebing di sisi kiri jalan, dan coast house, perbukitan, atau peternakan sapi atau kuda di sisi kanan jalan. Kita juga melewati pepohonan eukaliptus yang banyak terdapat wild Koala-nya, sayang bus-nya gak berhenti, jadi kita cuma bisa melihat Koala-nya dari dalam bus saja. Well, I can say the tour quiet worth IF you pay only AUD 100 including lunch. *tetep*
Anglesea
Pemberhentian kedua adalah Urquhart Bluff, disini ada semacam gate Great Ocean Road gitu kita bisa turun juga ke pantai-nya. Di sisi kanan ada coast house yang bikin-pengen-punya-satu-dong-Ya-Tuhan. Bus kita berhenti disini selama kurang lebih 15 menit untuk foto-foto.
Urquhart Bluff
Jam sudah menunjukkan pukul 12 siang, bertepatan dengan sampainya kita di Apollo Bay, kota kecil di daerah pesisir. Kota-nya cantik, dikelilingi perbukitan sekaligus pantai, ditambah udaranya yang sejuk, bikin tempat ini semakin terasa damai. Seperti biasa, bus berhenti di daerah pertokoan, kali ini kita diberi waktu cukup lama, sekitar 1 jam untuk lunch dan jalan-jalan. Saya dan NJ memilih untuk makan di restoran Jepang, pesan bihun Singapore, sharing pastinya, karena porsinya besar sekali. Sedangkan Sasa dan Cynthia makan bekal KFC yang sudah dibeli dari city. Selesai lunch, kita langsung memanfaatkan setiap sudut kota untuk foto-foto.
Apollo Bay
Matahari sedang bersinar terik-teriknya ketika kita sampai di inti dari segala inti perjalanan ini, yup, Twelve Apostles. Yang seharusnya di revisi menjadi Eight Apostles, berhubung Apostlesnya memang tinggal sisa 8, 4 lainnya sudah runtuh karena erosi. Kalau saja ga seramai dan ga sepanas itu, tempat ini enak banget dijadiin tempat bengong. Hehehe…but the place is beautiful indeed, lautnya biru jernih, susunan Apostles-nya bikin perbatasan laut dengan dataran Australia ini jadi makin cantik dan berbeda. Saya yakin seribu yakin, Indonesia punya juga spot seperti ini, cuma aja ga dimanfaatin dan dibuat sedemikian rupa agar bisa terlihat menarik seperti si Twelve Apostles ini.
Twelve Apostles
Sekitar 15 menit dari Twelve Apostles, kita berhenti di Loch Ard Gorge, yang menjadi tempat bersejarah karena insiden kapal Loch Ard ratusan tahun lalu. Jadi, kapal ini berencana untuk menyandar di Melbourne setelah 3 bulan berlayar dari Inggris, singkat cerita, karena kabut tebal, kapal ini menabrak tebing pesisir dan mengakibatkan kapal karam, hanya ada 2 penumpang yang selamat dari total 37 penumpang. Tragis ya, jauh-jauh dari Inggris, udah tinggal nyandar doang malah kecelakaan. Anyway, disini kita ga hanya bisa lihat dari atas, tapi juga bisa turun sampai ke pantainya. Bagus, pantainya bersih, serasa di Phi Phi Island, eh malah bagusan ini dari Phi Phi.
Loch Ard Gorge
Pemberhentian berikutnya adalah Port Campbell Town, another coastal town di Victoria, Australia. Sebenarnya dari Twelve Apostles dan Loch Ard Gorge itungannya sudah termasuk kawasan Port Campbell National Park, tapi pusat kota-nya terpisah. Selayaknya kota-kota kecil di Australia, selain bersih, cantik , mendamaikan hati, dan lain-lain, Port Campbell punya spot unik tersendiri, yaitu taman hijau kecil di sisi pantai yang dikelilingi tebing. Ini ditengah kota-nya loh ada beginian. Gimana ga langsung lengket coba pantat kita begitu tiba disini. Betahin banget! Lagi-lagi karena waktu yang super duper terbatas, kita ga sempet eksplor kota-nya lebih jauh. Blah!
Port Campbell
Dari Port Campbell ternyata masih ada 1 pemberhentian lagi yaitu London Bridge. Dinamakan London Bridge karena katanya bentuknya mirip sama London Bridge aslinya, tapi yang ini terbentuk alami dari proses erosi yang sama seperti yang terjadi pada Twelve Apostles. Tadinya London Bridge ini masih menyatu dengan daratan, tapi daratan penghubung ini akhirnya runtuh pada tahun 1990, lucunya ada 2 orang yang terjebak di sisa potongan Arch yang tidak runtuh, dan akhirnya ditolong dengan menggunakan helikopter. Cerita yang beredar mengatakan kalau 2 orang ini sedang selingkuh saat kejadian runtuhnya London Bridge, otomatis selingkuhnya jadi ketahuan deh. Tapi kebenaran cerita ini masih diragukan sih, bisa jadi cuma cerita pemanis doang.
London Bridge
Sekitar jam 8 malam kita tiba di Melbourne, Sasa dan Cynthia pamit pulang, mungkin kecapean kali ya. Jadi kita langsung berpisah di Fed Sq. Mengingat ini adalah malam terakhir saya dan NJ di Melbourne, seperti biasa kita ga mau nyia-nyia-in gitu aja. Balik ke hostel sebentar, duduk-duduk di lobby hostel nyari Wi-Fi, tiba-tiba ada mas-mas Jepang nyapa, dia bilang kemarin dia liat kita makan di Fed Sq. Ternyata dia kerja di kafe tempat kita makan kemarin tapi tinggalnya di Greenhouse juga. Awalnya saya bingung, kok kerja tapi nginep di hostel? Setelah ngobrol-ngobrol baru saya ngerti kalau dia lagi working holiday selama 6 bulan. Seru banget ya, tapi sayang ga bisa ngobrol lama-lama sama si mas-mas yang saya lupa namanya, karena kita harus keluar lagi nyari makan.
Sempet ngelilingin dari satu laneway ke laneway lain nyari resto atau cafe buat dinner, saking bingungnya ujung-ujungnya makan di Fed Sq lagi, kali ini di Time Out. Selain tempatnya pewe dan bisa liat orang lalu lalang, mas-mas-nya ganteng, makanannya juga masih affordable untuk sharing. Berdua habis sekitar AUD 20-an. Disini saya baru ingat dari di Jakarta, saya janjian mau ketemu dengan salah satu teman lama yang tinggal di Melbourne, tapi dari kemarin belum sempat ngabarin. Saya coba sms, eh pas banget orang-nya lagi di sekitar city dan dia mau nyamperin ke Time Out. Yaudah, ketemuan deh, cerita-cerita sebentar kita udah kemana aja, dan saya bilang ada beberapa tempat yang belum sempat didatengin, terus dia nawarin gimana kalo kita malam itu juga ke tempat-tempat itu, karena kan besok pagi-pagi banget saya dan NJ udah harus ke bandara untuk balik ke Sydney. Saya dan NJ ga pake mikir panjang, langsung iya-in tawaran emas itu. Gapapa deh ga tidur, saya relaaaa
Jadilah kita mampir di Melbourne Docklands, Shrine of Remembrance, dan terakhir ngopi-ngopi di Chapel St. di South Yarra. Walaupun semakin malam semakin dingin, kaki juga semakin sakit, badan pegel, mata ngantuk, tapi saya senang! Ini nih baru namanya malam puncak, emang rejeki ga kemana yaa, big thanks to my old friend, iim =D After that not-so-little catch up, sekitar jam 3 pagi saya dan NJ dipulangkan ke hostel, untuk langsung bersiap-siap ke bandara.
Melbourne Docklands
Shrine of Remembrance
Jam 4 pagi saya dan NJ check out, keluar hostel dan…wow! rame banget! Ramenya beneran rame kayak bubaran konser. Padahal tadi waktu jam 3 balik ke hostel perasaan jalanan ga se-rame ini. Lha beda satu jam doang, di segala sudut ada orang bergerombol. Untung aja bisa langsung dapet taksi. Gila ini jam 4 pagi lho, tapi ke Southern Cross Station yang cuma sejengkal doang aja bisa macet banget, jalanan penuh sama gerombolan-gerombolan anak muda yang baru balik malam mingguan. Luar biasa ya anak-anak muda Melbourne!
12 May 2013 Day #5 Melbourne
Tullamarine Airport – Brighton Beach – Luna Park – St Kilda Pier – Queen Victoria Building – Marybyrnong
Semua proses di airport berjalan mulus, dan bersyukur banget ga ada cerita delay-delayan, seperti yang selama ini saya takuti. Iyalah, banyak banget di blog cerita tentang penerbangan lokal di Australia sering delay, belum lagi setiap ketemu orang di Australia, yang tau kita pake flight pagi untuk ke Sydney demi mengejar penerbangan ke Jakarta siangnya, pada bilang kalau kita nekat. Tapi saya keukeuh dan pede kalau semua akan baik-baik saja. Karena semaleman ga tidur, belum juga take off saya udah pake penutup mata dan tertidur. Hehehe…see ya Melbourne!
Selang beberapa jam, si NJ tiba-tiba bangunin bikin sewot, dia bilang “mit bangun mit, pesawat kita balik lagi ke Melbourne! Ada bom atau apa gitu? coba deh lo tanya!” Saya yakin sejuta persen NJ salah denger, apa-apaan masa pesawat balik lagi? dan bom macam apa ada di Sydney?? Ngarang banget nih anak.
Masih kesilauan sehabis membuka penutup mata, keadaan sekitar waktu itu hingar bingar, saya berusaha menangkap percakapan mba-mba pramugari dengan penumpang yang duduk di seat depan saya, akhirnya saya nyerobot nanya, dan si pramugari pun menjelaskan kalau pesawat kita memang sedang mengarah balik lagi ke Melbourne dikarenakan ada kabut tebal di langit Sydney, semua aktivitas bandara di tutup, tidak ada pesawat yang diperbolehkan take off ataupun landing. Begitu sampai di Melbourne nanti, kita diarahkan untuk kembali check-in dan naik flight berikutnya jika sudah ada pengumuman lebih lanjut mengenai bandara Sydney. Di satu sisi saya agak lega, karena berarti pesawat saya yang ke Jakarta juga ga bisa take off. Tapi di sisi lain masih ga bisa terima, kok bisa sih pesawat ini balik lagi? Ultra Weird!
Namanya juga baru bangun tidur ya, nyawa cuman seperempat disuruh nelen info begini, ya shock-lah. 15 menit bengong diawang-awang berusaha untuk menerima kenyataan kalau pesawat ini beneran puter balik, tiba-tiba ada pengumuman dari pilot-nya kalau thick fog-nya already lifted, bandara Sydney sudah di buka lagi, begitu sampai Melbourne para penumpang bisa langsung check in kembali dan naik pesawat 2 jam kemudian. Jeng-Jeng!! Saya makin shock, 2 jam lagi? Sekarang jam 9, penerbangan berikutnya berarti jam 11, sampai di Sydney paling cepat jam 12.30. Sementara jadwal Garuda SYD-CGK berangkat pukul 11.20. Matilah awak!!
Sialnya travel insurance yang saya beli tidak meng-cover kejadian gini-ginian, maka dengan ini tiket pesawat kita ke Jakarta terancam hangus! Setelah nyawa seratus persen terkumpul, udah lumayan bisa mikir jernih, saya dan NJ sepakat, setibanya di Melbourne nanti kita harus ke International Flight, nyari kantor Garuda. Dan coba nego ke mereka untuk switch flight kita menjadi Melbourne – Jakarta, jadi kita ga perlu ke Sydney lagi, karena memang udah ga mungkin untuk ngejar pesawat hari ini.
Untungnya, minggu-minggu gini kantor Garuda buka sampai jam 12 siang, jadi kita masih bisa ketemu sama officer-nya, dan untungnya lagi, si officer mau berbaik hati mengusahakan ngurus kesana-kesini demi memenuhi permintaan kita untuk switch tiket ke Melbourne-Jakarta, walaupun pada akhirnya tiketnya ga bisa dituker karena tiket kita statusnya adalah tiket super promo. Pilihan ter-mungkin adalah dengan membeli tiket lagi dari Melbourne – Jakarta, yang jadwal terbangnya besok siang. Berapa harganya? AUD 505 per person! *burung-camar-beterbangan-dan-daun-daun-pun-berguguran* Harga segini udah lumayan turun dari harga sebelumnya si officer ajukan, tadinya AUD 650 per person. Kita begging-begging untuk gimana caranya biar kita bisa free atau paling enggak ga perlu bayar full segitu. Yah itulah akhirnya, mereka mau ngasih keringanan jadi AUD 505, yes, equals to lima juta sekian rupiah, untuk tiket sekali jalan yang bahkan harganya lebih mahal ketimbang harga tiket promo PP yang kita dapat. Agh! Mau gimana lagi, pilihan ini emang yang paling mending daripada pilihan satu lagi, yaitu beli tiket Jetstar ke Sg seharga 3,5 juta belom termasuk bagasi dll, belom juga termasuk tiket Sg – Jakarta, belom termasuk ongkos capek transit-nya. Hedeh! Pasrah-sepasrah-pasrahnya. Dadah babay lima juta sekian rupiah-ku!
Tapi ya, kejadian ini tuh pengalaman banget! lain kali, kalo mau nyambung-nyambung penerbangan, sangat dianjurkan jeda paling ngga semaleman, atau lebih baik lagi 1×24 jam ke penerbangan berikutnya. Lesson learned! Banyak orang-orang yang nanya kenapa sih kita ga ngamuk aja Garuda atau ke Tiger. Menurut saya, kejadian ini tuh udah takdir. Tak-dir. Kun Fa ya Kun! Meskipun kita ga salah, tapi emang keadaannya yang begitu. Mau protes ke Garuda, Garuda jelaslah ga mau tau, karena jadwal mereka on schedule kok, yang mereka mau tau penumpang harusnya di Sydney, bukannya Melbourne. Karena pesawat kan berangkatnya dari Sydney.
Nah kalau protesnya ke Tiger, bukan kemauan Tiger juga kan pasti puter balik pesawat, yang disesali palingan kenapa Tiger ga milih muter-muter di langit sambil nunggu kabut turun, kalo dipikir-pikir lagi, mereka kan juga ga tau sampai kapan thick fog-nya ilang. Malah lebih berabe kalo sampe pesawat kehabisan avtur gara-gara terbang-terbang ga jelas di udara. Toh kewajiban untuk tetap mengantarkan penumpang ke Sydney tetap mereka jalanin kok. Itungannya malah mungkin Tiger juga udah rugi pesawatnya bolak balik 2x tapi penumpangnya itu-itu aja. Kecuali nih ya kalo pesawat balik lagi karena mesinnya kenapa-kenapa. Itu baru bisa kita protes dan minta ganti rugi.
Garuda Indonesia Generous Officer
Lanjut lagi, permasalahan kedua adalah, malam ini kita mau tinggal dimana? Nebelin muka, saya hubungi iim, teman saya yang tadi malam sudah berbaik hati ngajakin jalan-jalan kesana kemari. Waktu ngabarin kejadian konyol hari ini, reaksi pertamanya adalah ke-ta-wa. Yeah, emang lucu sih, siapa yang ga ketawa denger ada pesawat bisa-bisanya puter balik. Anyway akhirnya kita dapat penginapan hari ini, numpang di rumahnya iim. Hehehe, soalnya nih anak tinggal di rumah yang dia sewa rame-rame sama temannya, jadi ga usah pake adegan sungkan sama yang punya rumah. Fyuh! Alhamdulillah ini nih yang namanya teman membawa rejeki.
Janjian sama iim di Southern Cross, muka saya dan NJ udah kayak apaan tau deh, ngantuk berat, mood berantakan, laper, dan sebagainya. Agenda pertama kita adalah memperbaiki mood dengan makan. Ya masa waktu tadi di kantor Garuda, di depan bapak-bapak officer-nya perut kita berdua bunyi kruyuk kruyuk saut-sautan, kenceng banget lagi. Tengsin gila! Si iim nawarin makan di resto Indonesia, jelas kita langsung sumringah. Thanks to ayam penyet for mending my broken heart, for a while at least. Walaupun itungannya mahal juga nih ayam penyet, gapapa deh, dan kali ini saya dan NJ ga sharing, laper! hahaha! and we don’t share Indonesian food, anyway 😉
Saking baiknya teman saya satu ini, untuk melipur lara kita, dia ngajakin ke tempat-tempat yang kemarin belom kesampean dikunjungin. Jadilah kita menuju Brighton Beach (lagi) kali ini straight forward ke Bath Box-nya! Daaann, sukses! Wohooo, Finally!
Brighton Beach – The ‘it’ Bath Box
Dari Brighton Beach kita menuju Luna Park. Alhamdulillah kali ini jodoh, Luna Park-nya buka. Iseng masuk ke dalam liat-liat, toh gratis ini. The park is so simple and so old style, taman beginian namanya pasar malam kalau versi Indonesia-nya. Cuma aja yang ini permanen dan lebih well maintained. Disini kita sempet nyobain rumah hantunya, yang ga ada serem-seremnya sama sekali. Isinya cuma drakula, zombie-zombie-an, dan manusia di ruang bedah yang ceritanya lagi di mutilasi. So lame. Oh ya, harga sekali main ternyata mahal juga ya, AUD 10 aja loh. Kirain 2 dolar-an doang. Siaul. *makin-kere*
Luna Park
Dari Luna Park, kita beranjak ke St Kilda Pier untuk liat pingwin. Untuk liat pingwinnya, kita harus jalan kaki sepanjang dermaga yang, jujur aja, males banget ngejalaninnya. Badan rasanya rontok banget, plus ngantuk, plus kaki mau copot, plus cuaca waktu itu ekstra dingin! Tapi demi liat pingwin dan nanggung juga udah sampe sana, yaudahlah dibela-belain. Eyalah, udah gempor-gempor jalan sejauh itu, ternyata pas sampe lokasi, gate-nya ditutup. Sigh. Cobaan apalagi ini, gustiii??
Destinasi berikutnya, kembali ke city tepatnya ke Queen Victoria Building, buat nyobain Max Brenner. Iya! Akhirnya kesampean juga. Hihihi. Kebetulan temannya iim kerja disini, jadi kita ke Maxb yang cabang ini. Saya pesan hot white chocolate with crunchy waffle ball harganya sekitar AUD 6. Pas nyobain, suer ga boong, enak banget, suka banget! Mungkin didukung udaranya juga kali ya yang lebih dingin dari hari-hari sebelumnya, jadi minum white coklat panas gitu rasanya kayak dipeluk Channing Tatum. Anget!
Berhubung si iim udah jadi citizen di Australia, jadi saya cerewet banyak tanya ini itu, kenapa begini dan begitu. Enak banget ya ternyata jadi warga negara disini, rapi, teratur, perarturannya lengkap, sanksi-nya juga sadis-sadis. Tax-nya emang tergolong mahal, tapi fasilitas yang di dapat warganya setimpal. Bayar parkir mobil sekitar AUD 4 per-jam, bisa aja sih ga bayar parkir, rapi kalau ketauan dendanya bisa mencapai AUD 80. Ngeri kali ya! Tapi yang saya suka, disini orang-orang miskin dan terlantar benar-benar dipelihara. Orang pengangguran aja digaji perbulan! Seenggaknya, kalau money management-nya bagus, ga perlu capek-capek kerja tuh orang masih bisa hidup. Iseng nanya, di Australia ada ga sih rumah kumuh, karena selama 5 hari ini jalan-jalan kok kayaknya ga pernah nemu kawasan kumuh. Dia bilang ada, bentuknya ada yang seperti rumah susun atau seperti rumah cluster. Begitu ditunjukkin salah satunya saya bengong, apartment bagus begini dan diparkirannya banyak mobil begini dibilang rumah kumuh? Yassalam!
Malam ini kita mau dinner di tempat yang pokoknya ga mahal, maklum ya, mesti prihatin. Trus iim cerita ada tempat namanya Lentil as Anything, di tempat ini makanannya prasmanan, boleh ngambil sebanyaknya tapi vegetarian gitu. Ga ada daging, cuma nasi dan sayuran aja, dan kita bisa bayar berapapun seikhlasnya. Lentil ini diperuntukkan kepada orang-orang yang punya financial problem, koki dan pelayannya aja volunteer. Penasaran, akhirnya dinner malam ini mau nyoba makan disini, lagi-lagi saya kaget, tempatnya ga seperti yang saya bayangkan. Bersih, lucu-lucu kafe gitu, dapurnya terbuka dan bersih, yang dateng juga proper-proper kok. Ckckck, ada ya tempat begini? Kalau di Indonesia, tempat senyaman ini mah udah sekalian dijadiin tempat tinggal juga sama gelandangan-gelandangan. So cool! Something different you should experience in Melbourne, seriously.
Setelah makan malam kita menuju rumah persinggahan di Maribyrnong. Jadi si iim ini tinggal bareng 5 temannya yang berasal dari berbagai warga negara, ada yang asli Australia, China, India, Korea. Total 3 cowok dan 2 cewek. Rumahnya simple, kamar-kamar-kamar, living room, kitchen. Ga seperti kontrakan anak muda rata-rata di Jakarta, rumah ini tergolong bersih dan rapih. Saya paling suka sama halaman belakangnya, mereka bikin tempat duduk-duduk santai gitu di bawah pohon, pohonnya dihias pakai lampu-lampu kecil, ada tempat untuk bakar api unggun-nya juga, katanya tempat ini biasa dijadiin untuk barbekyu-an. Ahh! menyenangkan sekali!
Maribyrnong House
13 May 2013 Day #6 Melbourne
Tullamarine Airport
Sebelumnya berangkat bandara, saya dan NJ sempet bikin thanks video di laptop-nya iim. Hihihi, tanda terima kasih aja karena dia sudah sangat berbaik hati nemenin kita kesana kemari, merelakan kasurnya kita pake sementara dia tidur tanpa penghangat di lantai dan harus niup kasur angin dulu, bahkan pagi-pagi bikinin kopi dan teh, dan masih mau nganterin kita ke bandara. Luar biasa Tuhan akan membalasmu ya, nak.
Di bandara kita ketemu Cynthia yang pulang ke Jakarta dengan pesawat yang sama. Waktu boarding, saya jalan duluan di depan NJ dan Cynthia, begitu masuk pesawat, ibu-ibu pramugari-nya nanya saya di seat berapa, pas saya bilang nomer kursinya, si ibu pramugari langsung menyuruh saya untuk ngikutin dia. dan you know what! Dia nyuruh saya duduk di business class! saya tanya bia ga ngajak teman, si ibu pramugari bilang cuma bisa saya aja. Ahahahay! first time in my life! Jadilah selama 7 jam saya tidur dengan seat yang lebar, empuk, nyaman, bisa direbahin pula. Malahan ya, waktu sempat tidur sebentar dan kebangun, ternyata udah diselimutin aja gitu sama ibu pramugarinya. Thanks Garuda Indonesia. Well, AUD 505 seems worth it then 😉
So long and thank you Australia for giving us both joy and shock therapy 😉